Pendahuluan
Buku Sekolah Itu Candu karya Roem Topatimasang adalah sebuah karya yang mengupas sisi gelap dari institusi pendidikan formal dengan gaya yang kritis, reflektif, dan penuh keprihatinan. Diterbitkan pertama kali pada tahun 1998, buku ini lahir di tengah gejolak reformasi di Indonesia, ketika banyak institusi—termasuk pendidikan—mulai dipertanyakan keberfungsiannya. Melalui buku ini, Topatimasang menyajikan pandangan bahwa sekolah telah menjadi alat reproduksi sosial yang lebih sering menumpulkan kreativitas daripada memberdayakan individu.
Buku ini menyasar pembaca yang bersedia mengkritisi sistem pendidikan yang telah dianggap baku dan mutlak benar. Dengan menyajikan kritik tajam terhadap sekolah sebagai institusi formal, penulis mengajak kita untuk merenungkan: apakah pendidikan yang kita jalani benar-benar memerdekakan, atau justru membelenggu?
Gambaran Umum Buku
Sekolah Itu Candu terdiri dari beberapa bab yang terstruktur, namun dengan gaya penulisan yang tidak terikat oleh pola akademik yang kaku. Roem Topatimasang menggunakan narasi, pengalaman pribadi, serta kisah-kisah nyata untuk menyampaikan gagasannya. Buku ini mengkritik berbagai aspek sistem pendidikan, mulai dari kurikulum, metode pengajaran, hingga dampak psikologis dan sosial yang ditimbulkan oleh pendidikan formal.
Penulis dengan tajam menyatakan bahwa sekolah telah menjadi candu, membuat individu bergantung pada sistemnya tanpa menyadari efek destruktif yang ditimbulkan. Dalam buku ini, Topatimasang juga mengangkat pentingnya pembelajaran alternatif yang lebih manusiawi dan kontekstual.
Isi dan Ide Pokok Buku
Sekolah sebagai Candu
Dalam bab awal, Topatimasang memperkenalkan metafora "candu" untuk menggambarkan bagaimana sekolah telah menjadi institusi yang membius masyarakat. Menurutnya, sekolah menciptakan ilusi bahwa kesuksesan hanya dapat diraih melalui pendidikan formal. Penulis mengkritik bagaimana sekolah membentuk pola pikir hierarkis, mengukur kemampuan individu berdasarkan nilai, dan mendikte jalur kehidupan seseorang.
Candu ini, menurut penulis, tidak hanya mempengaruhi individu tetapi juga masyarakat secara kolektif. Orang tua, guru, dan siswa terperangkap dalam siklus ini, percaya bahwa sekolah adalah satu-satunya jalan menuju kesuksesan.
Kurangnya Kontekstualisasi Pendidikan
Ia juga mengkritik pengajaran yang lebih berorientasi pada hafalan dan penyeragaman, daripada pengembangan kreativitas dan kemampuan kritis siswa. Sistem ini, menurut penulis, hanya menciptakan individu yang patuh tanpa mempertanyakan apa yang diajarkan.
Dampak Psikologis dan Sosial Sekolah
Salah satu bagian yang menggugah dari buku ini adalah pembahasan tentang dampak psikologis dan sosial yang ditimbulkan oleh sekolah. Penulis menyoroti bagaimana tekanan untuk mencapai nilai tinggi, kompetisi antarsiswa, dan stigma terhadap kegagalan akademik dapat merusak kesehatan mental siswa.
Topatimasang juga membahas bagaimana sekolah menciptakan stratifikasi sosial, di mana siswa dikategorikan berdasarkan kemampuan akademis atau status ekonomi. Hal ini, menurutnya, justru memperkuat ketimpangan sosial daripada mengatasinya.
Pembelajaran Alternatif
Sebagai solusi, Topatimasang menawarkan gagasan tentang pembelajaran alternatif. Ia menekankan pentingnya pendidikan yang berbasis pada kehidupan nyata dan pengalaman praktis. Penulis mengajak pembaca untuk mempertimbangkan model pendidikan yang lebih fleksibel, kontekstual, dan berpusat pada kebutuhan individu.
Dalam bab ini, ia memberikan contoh-contoh pembelajaran berbasis komunitas yang sukses di beberapa daerah. Menurutnya, pendidikan tidak harus selalu terjadi di dalam kelas, tetapi bisa melalui interaksi dengan alam, masyarakat, dan budaya lokal.
Kritik terhadap Sistem Nilai dan Sertifikasi
Topatimasang juga mengkritik sistem nilai dan sertifikasi dalam pendidikan formal. Ia berpendapat bahwa sistem ini sering kali lebih menghargai hasil akhir (nilai, ijazah) daripada proses pembelajaran itu sendiri. Akibatnya, siswa termotivasi untuk mengejar angka semata, tanpa benar-benar memahami materi yang dipelajari.
Penulis juga menyoroti bagaimana sertifikasi pendidikan sering kali menjadi alat diskriminasi di dunia kerja, di mana individu dinilai berdasarkan dokumen formal daripada kemampuan nyata mereka.
Keunggulan Buku
Pemikiran yang Mendalam dan Berani
Kritik terhadap Buku
Kurangnya Panduan Praktis
Kesimpulan
Sekolah Itu Candu adalah buku yang penting bagi siapa saja yang peduli terhadap masa depan pendidikan. Dengan gaya penulisan yang reflektif dan penuh empati, Roem Topatimasang mengajak pembaca untuk merenungkan kembali fungsi dan tujuan pendidikan formal. Buku ini memberikan perspektif baru yang menggugah, sekaligus menantang pembaca untuk mempertanyakan status quo.
Namun, penting bagi pembaca untuk mendekati buku ini dengan pikiran terbuka dan kritis. Kritik yang disampaikan penulis tidak harus diterima mentah-mentah, tetapi dapat menjadi bahan refleksi untuk merancang pendidikan yang lebih baik. Dalam dunia yang terus berubah, gagasan tentang pembelajaran alternatif yang ditawarkan oleh Topatimasang tetap relevan dan layak untuk dijelajahi lebih lanjut.
Secara keseluruhan, Sekolah Itu Candu adalah karya yang mampu mengguncang pandangan konvensional tentang pendidikan, sekaligus membuka diskusi tentang bagaimana menciptakan sistem pendidikan yang lebih adil, relevan, dan manusiawi.